Kemenkes Perkuat Deteksi TBC Lewat Kolaborasi Komunitas

Selasa, 15 Juli 2025 | 07:47:48 WIB
Kemenkes Perkuat Deteksi TBC Lewat Kolaborasi Komunitas

JAKARTA - Upaya pemberantasan tuberkulosis (TBC) di Indonesia kini makin mengakar hingga ke tingkat paling dasar masyarakat. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menempuh strategi inovatif dengan melibatkan langsung desa dan kelurahan dalam program Active Case Finding (ACF) guna mempercepat temuan kasus dan mendorong pengobatan sejak dini.

Alih-alih hanya mengandalkan layanan kesehatan formal, program ACF menjadi terobosan penting karena memosisikan masyarakat sebagai aktor utama dalam deteksi dini TBC. Sinergi antara Kemenkes dan perangkat desa menjadi kunci keberhasilan pendekatan ini. Dengan menjangkau kelompok masyarakat hingga pelosok, strategi ini tidak hanya mempersingkat waktu penanganan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif tentang pentingnya pencegahan penyakit menular.

Menurut Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM) Kemenkes, dr. Imran Pambudi, MPHM, keterlibatan masyarakat menjadi salah satu pendekatan strategis yang efektif dalam menanggulangi TBC. “Intervensi berbasis komunitas menjadi strategi kunci dalam percepatan eliminasi TBC,” ujarnya.

Memperkuat Peran Masyarakat

Dalam pelaksanaan ACF, masyarakat bukan hanya menjadi objek penerima layanan, tetapi justru ditempatkan sebagai subjek penggerak. Melalui pelatihan dan pembinaan, kader kesehatan serta relawan desa dibekali kemampuan untuk mengenali gejala TBC, melakukan pelacakan terhadap warga yang dicurigai mengidap TBC, hingga mengarahkan ke fasilitas layanan untuk diperiksa.

Langkah ini menjawab tantangan mendasar, yakni keterlambatan diagnosis yang selama ini memperbesar risiko penularan. Dengan menyisir langsung ke lingkungan tempat tinggal warga, program ACF mampu mempercepat temuan kasus yang mungkin luput dari jangkauan sistem kesehatan biasa. “Dengan pendekatan ini, masyarakat tidak hanya menjadi penerima layanan, tetapi juga bagian dari solusi. Mereka menjadi penggerak perubahan,” jelas dr. Imran.

Desa dan Kelurahan Jadi Garda Terdepan

Desa dan kelurahan memainkan peranan sentral dalam program ini. Mereka berfungsi sebagai simpul koordinasi, penyedia logistik, hingga jembatan komunikasi untuk membangun kepercayaan masyarakat agar bersedia menjalani pemeriksaan.

Kemenkes secara aktif menggandeng aparat desa, kader posyandu, serta tokoh-tokoh lokal untuk mendukung keberhasilan program ini. Kolaborasi ini juga memperkuat aspek sosial dan budaya dalam pelaksanaan ACF, sehingga pendekatan yang dilakukan lebih tepat sasaran dan diterima oleh masyarakat.

Menurut Kepala Sub Direktorat Tuberkulosis Kemenkes, dr. Rizka Andalucia, MKM, MARS, strategi yang digunakan bersifat kolaboratif menyeluruh. “Kami libatkan semua pihak, termasuk sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan, untuk bersama-sama menurunkan beban TBC di Indonesia,” tuturnya.

Kolaborasi ini merupakan wujud pendekatan pentahelix menggabungkan unsur pemerintah, masyarakat, akademisi, dunia usaha, dan media.

Mengintegrasikan Teknologi dalam Penanggulangan

Seiring berkembangnya teknologi informasi, Kemenkes juga mengoptimalkan inovasi digital untuk memperkuat program ACF. Sebuah sistem pelaporan real-time kini diterapkan untuk memudahkan tenaga kesehatan dalam mendeteksi klaster TBC secara cepat dan akurat.

Penggunaan teknologi tidak hanya mempercepat proses pelacakan dan pencatatan kasus, tetapi juga mempermudah edukasi kepada masyarakat mengenai gejala, cara penularan, dan langkah pencegahan TBC. Melalui sistem ini, data dapat dianalisis secara komprehensif untuk mendukung keputusan strategis yang lebih baik. “Dengan adanya sistem digital, proses pencatatan lebih cepat dan akurat. Ini sangat membantu dalam pemetaan kasus secara nasional,” tambah dr. Rizka.

Komitmen Jangka Panjang Eliminasi TBC

Langkah-langkah ini merupakan bagian dari target nasional Indonesia untuk mengeliminasi TBC pada tahun 2030, sejalan dengan strategi global yang digagas oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Meskipun Indonesia masih menghadapi tantangan besar sebagai salah satu negara dengan beban TBC tertinggi, pendekatan berbasis komunitas seperti ACF diharapkan mampu mengakselerasi capaian tersebut.

ACF telah diimplementasikan di sejumlah wilayah dengan pendekatan yang disesuaikan dengan kondisi geografis dan sosial masyarakat setempat. Kemenkes terus mendorong agar setiap daerah memiliki strategi penanggulangan yang berbasis data dan mampu menjawab kebutuhan lokal secara tepat. “Kami ingin memastikan tidak ada lagi penderita TBC yang tidak terdeteksi. Setiap kasus yang ditemukan dan diobati adalah langkah maju menuju eliminasi,” ujar dr. Imran.

Sinergi Menuju Indonesia Bebas TBC

Keberhasilan program ACF tak lepas dari dukungan lintas sektor, mulai dari pemerintah daerah, lembaga swadaya masyarakat, hingga sektor swasta. Banyak pihak turut berkontribusi dalam bentuk pelatihan kader, bantuan alat diagnosis, dan penyediaan fasilitas layanan.

Di masa mendatang, Kemenkes berharap pola kolaborasi seperti ini bisa direplikasi di lebih banyak daerah, terutama di wilayah dengan tingkat penularan TBC yang tinggi. Peran desa dan kelurahan sebagai ujung tombak kesehatan masyarakat menjadi kekuatan yang sangat vital.

Langkah ini bukan hanya menyangkut upaya kesehatan, tetapi juga membangun ketahanan sosial melalui kesadaran kolektif dan gotong royong. Ketika masyarakat menjadi bagian dari solusi, maka hasil yang dicapai pun akan lebih berkelanjutan.

Kemenkes memperlihatkan komitmen kuat dalam upaya pemberantasan TBC di Indonesia. Melalui pendekatan Active Case Finding (ACF) yang menyentuh langsung lapisan masyarakat, program ini menjadi bukti nyata bahwa kolaborasi dan inovasi dapat berjalan beriringan untuk menciptakan sistem kesehatan yang tangguh. Dengan semangat gotong royong dari desa dan kelurahan, harapan menuju Indonesia bebas TBC bukanlah sekadar wacana, melainkan langkah yang sedang diwujudkan bersama.

Terkini