manfaat pisang batu

Manfaat Pisang Batu untuk Kesehatan yang Penting Diketahui

Manfaat Pisang Batu untuk Kesehatan yang Penting Diketahui
manfaat pisang batu

JAKARTA - Manfaat pisang batu dikenal luas di berbagai budaya karena gizinya yang kaya serta fungsinya yang beragam dalam kehidupan sehari-hari.

Pisang sendiri merupakan salah satu tanaman tropis yang sangat mudah ditemukan dan dikonsumsi oleh banyak orang karena selain bergizi tinggi, harganya juga terjangkau oleh semua kalangan.

Berdasarkan data dari The Food and Agriculture Organization tahun 2012, Indonesia menduduki peringkat keenam sebagai negara penghasil pisang terbesar di dunia. 

Bahkan menurut Miller dan Manzo-Sanchez bersama timnya, pisang termasuk komoditas pangan terpenting setelah padi dan gandum.

Baik pisang hias maupun pisang konsumsi tumbuh subur di berbagai jenis lingkungan dan memiliki nilai penting bagi kehidupan manusia. 

Tumbuhan ini termasuk tanaman tahunan yang tingginya bisa mencapai antara 2 hingga 9 meter, dan tersebar luas di wilayah Asia Tenggara, Papua Nugini, hingga ke India. Dari sana, penyebarannya meluas ke Afrika, Amerika Latin, serta daerah-daerah Pasifik. 

Di wilayah Pasifik, pisang menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat karena dimanfaatkan sebagai sumber makanan, minuman, bahan pemanis alami hasil fermentasi, obat tradisional, hingga bahan dalam berbagai ritual budaya dan keagamaan.

Di antara berbagai jenis pisang, terdapat satu jenis yang masih sering dijumpai di alam liar, yaitu pisang batu. Di beberapa daerah, pisang ini dikenal dengan berbagai nama lokal seperti pisang klutuk dalam bahasa Jawa, atau utti batu dalam bahasa Bugis.

Tanaman ini memiliki nama ilmiah Musa balbisiana, dan terkadang juga disebut dengan nama sinonim seperti M. bracycarpa atau M. sapientum.

Bagi kamu yang ingin memahami lebih dalam tentang jenis pisang satu ini, memahami bentuk, karakteristik, serta manfaatnya tentu sangat menarik. 

Sebab, manfaat pisang batu tidak hanya terbatas sebagai pangan, tetapi juga mencakup berbagai kegunaan lainnya yang bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.

Sekilas tentang Pisang Batu

Daun dari tanaman pisang batu dikenal tahan terhadap sobekan, sehingga kerap dimanfaatkan sebagai pembungkus dalam berbagai sajian tradisional. 

Penelitian oleh Harijati dan tim (2013) menyatakan bahwa karakteristik anatomi daunnya, seperti tingginya jumlah serat di bagian atas serta ketebalan keseluruhan, menjadi alasan mengapa daun ini tidak mudah robek.

Tak hanya bagian daunnya yang berguna, elemen lain dari tumbuhan ini pun memiliki nilai guna sebagai bahan pangan. Batang yang masih muda, buah yang belum matang, jantung pisang, hingga bagian bonggolnya, semuanya bisa dimanfaatkan. 

Di wilayah Yogyakarta, pisang ini dijadikan bahan campuran dalam sajian rujak. Sementara itu, di Jawa Timur, buah yang belum matang kerap dimasukkan ke dalam rujak cingur atau rujak tumbuk sebagai pelengkap.

Peran buah muda ini sebagai penambah cita rasa dalam masakan muncul karena rasa sepat yang dikandungnya, sebagaimana disebutkan oleh Damiati dan rekan-rekannya (2014). 

Di Bali, jantung dari tanaman ini sering digunakan dalam pembuatan lawar, sedangkan di Sulawesi Selatan, bahan yang sama diolah menjadi hidangan serupa lawar atau sebagai tambahan dalam makanan tradisional khas daerah bernama kapurung, seperti dijelaskan oleh Komalasari dan Adriani (2016, 2015).

Selain berfungsi sebagai pembungkus makanan yang ramah lingkungan dan penambah rasa dalam berbagai hidangan, tanaman ini juga memiliki nilai dalam pengobatan tradisional di beberapa daerah. 

Misalnya, di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, buah muda tanaman ini digunakan untuk mengatasi masalah lambung.

Di Kalimantan Timur, getah dari batang semu tanaman ini dimanfaatkan untuk penanganan diabetes. Sementara itu, di wilayah Jawa Timur, buahnya digunakan dalam pengobatan diare.

Lebih jauh lagi, kandungan kimiawi dalam tanaman ini dipercaya dapat membantu memperlancar produksi ASI, bersifat antibakteri, antimalaria, dan memiliki kandungan antioksidan. 

Oleh karena itu, uraian ini diharapkan bisa memberikan wawasan tambahan bagi masyarakat mengenai pemanfaatan dan potensi pengembangan pisang batu di masa depan.

Untuk mendukung gaya hidup sehat, kamu bisa mulai dengan mengonsumsi olahan dari tanaman alami yang bermanfaat bagi tubuh. Bahkan kini, sebagian orang telah memanen tanaman herbal untuk menunjang kesehatan. 

Jika kamu tertarik mempelajari lebih lanjut, buku Botani Farmasi bisa menjadi referensi yang tepat untuk mengenal berbagai tanaman yang bisa ditanam dan dimanfaatkan untuk kesehatan.

Tinjauan Botani Pisang Batu

Tanaman pisang batu tumbuh secara alami di alam terbuka, terutama di wilayah hutan, tepi kebun, lereng pegunungan, hingga halaman belakang rumah warga serta sepanjang area jalanan yang terbuka.

Tanaman ini dapat mencapai ketinggian antara 3 hingga 6 meter, dengan ukuran sedang hingga besar. Batangnya tampak hijau muda disertai bercak kecokelatan (lihat Gambar A). Getahnya memiliki warna kemerahan yang agak ungu (Gambar B). 

Panjang tangkai daun berkisar 45–60 cm dan berwarna hijau, dengan bentuk kanal daun yang saling menutupi satu sama lain (Gambar C). 

Permukaan atas daun terlihat hijau mengilap, sedangkan bagian bawah berwarna hijau muda dan tampak kusam. Tulang utama daun memiliki warna hijau pada kedua sisi, dan pangkal daunnya membulat di kedua sisi pula (Gambar D).

Bagian jantung dari tanaman ini berbentuk lonjong dan mengandung lapisan seperti lilin. Warna braktea bagian luar adalah merah keunguan, sedangkan bagian dalamnya merah muda. 

Ujung dari braktea saling menumpuk dan berwarna kuning (Gambar D), serta tidak mengalami perputaran sebelum terlepas atau mekar (Gambar E). 

Bunganya tumbuh berpasangan dalam dua baris, dengan kelopak yang tebal dan bebas, berwarna putih. Terdapat lima benang sari berfilamen putih dan ovarium berwarna krem.

Buah tumbuh pada tangkai yang tidak memiliki rambut dan berwarna hijau. Ukuran buah berkisar 6–13 cm, tersusun dalam dua baris dengan jumlah sekitar 13–16 buah. 

Ujung buah membulat tanpa bekas bunga, dengan kulit berwarna hijau ketika masih mentah dan berubah kuning saat matang. 

Setelah matang, buah ini tidak mudah terlepas dari tangkainya. Biji memiliki bentuk bulat, berwarna cokelat dengan permukaan yang kasar (Gambar F).

Sebelumnya, keberagaman pada spesies ini dianggap sedikit. Namun, penelitian terbaru mengungkapkan bahwa spesies ini menyimpan cukup banyak variasi dalam satu jenis (Deka et al., 2019). 

Di Indonesia, terdapat dua macam yang dikenal luas, yakni jenis yang disebut klutuk hijau serta varian wulung.

Perbedaan utama antara keduanya terletak pada keberadaan warna ungu kehitaman pada batang semu, tangkai daun, dan tulang daun utama. Istilah "wulung" sendiri dalam bahasa Jawa berarti "ungu" (Hapsari, 2014).

Penelitian yang dilakukan oleh Suprayogi & Novianti (2016) di Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau, menemukan enam jenis pisang batu, yakni Aceh, Bungo, Kara, Jambi, Nipah, dan Beluluk. 

Dari hasil analisis hubungan kekerabatan menggunakan fenogram, diketahui bahwa tingkat kemiripan di antara keenam jenis tersebut berkisar antara 63% hingga 89%. 

Ini menunjukkan bahwa semua aksesi tersebut masih berada dalam satu spesies, meskipun memiliki perbedaan bentuk fisik.

Berdasarkan pendapat Singh (1999), hasil fenogram tersebut bisa digunakan untuk menyusun klasifikasi tingkat taksonomi. Jika kemiripan mencapai 85%, maka dianggap satu spesies. 

Sementara 65% menunjukkan kesamaan dalam tingkat genus, dan 45% menunjukkan kesamaan pada tingkat famili. 

Oleh karena itu, untuk menentukan klasifikasi spesies dengan lebih akurat, selain melihat dari bentuk fisiknya, diperlukan juga analisis lebih lanjut seperti pengamatan anatomi, fungsi fisiologis, dan uji molekuler.

Perbedaan bentuk fisik yang ditemukan dalam penelitian tersebut mencakup posisi dan tegakan daun, panjang tangkai daun, rasio ukuran daun, serta perbedaan warna bagian belakang daun yang masih menggulung. 

Keberadaan rambut di bagian tangkai tandan juga bervariasi, di mana ada yang tidak memiliki rambut dan ada pula yang memiliki rambut halus.

Tanaman pisang batu Aceh, Nipah, dan Jambi tidak memiliki rambut pada bagian tangkai tandan, sedangkan jenis Bungo, Kara, dan Beluluk memiliki rambut halus pada bagian tersebut.

Sementara itu, Poerba & Ahmad (2013) melaporkan hasil penelitian berbeda yang melibatkan 25 aksesi pisang batu dari berbagai daerah di Indonesia seperti Yogyakarta, Bali, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, dan Sumatra Barat. 

Penelitian tersebut menggunakan pendekatan molekuler melalui metode RAPD (random amplified polymorphic DNA) dan ISSR (inter-simple sequence repeat).

Hasilnya menunjukkan bahwa variasi genetik di antara 25 jenis pisang batu tersebut relatif sempit, dengan nilai koefisien kesamaan genetik antara 0,81 sampai 0,99. 

Ini berarti bahwa meskipun dikumpulkan dari berbagai wilayah, semua aksesi tersebut memiliki tingkat kemiripan genetik yang tinggi.

Di sisi lain, salah satu jenis pisang lain yang cukup diminati masyarakat adalah pisang kepok tanjung. Hal ini mendorong sebagian orang untuk mulai membudidayakan pisang kepok jantung karena permintaannya yang tinggi.

Manfaat Pisang Batu

Beragam bagian dari tanaman pisang batu dimanfaatkan dalam praktik pengobatan tradisional, seperti daun, biji, kulit buah, getah, hingga bonggolnya. 

Masing-masing bagian mengandung senyawa kimia yang berbeda, tergantung dari bagian mana yang diteliti. 

Uji ekstrak daun dengan pelarut etil asetat yang dianalisis melalui metode kromatografi GC-MS mengungkap adanya beberapa senyawa seperti 2-Methoxy-4-vinylphenol, Phytol, Vanillin, E-15-Heptadecenal, serta 1,2-Benzenedicarboxylic acid, bis(2-ethylhexyl) ester (Mastuti & Handayani, 2014).

Senyawa 2-Methoxy-4-vinylphenol yang juga dikenal dengan nama lain seperti Phenol,4-ethenyl-2-methoxy atau p-Vinylguaiacol, merupakan bagian dari kelompok senyawa fenol. 

Berdasarkan kajian Jeong (2011), senyawa ini diyakini memiliki efek anti peradangan. 

Sementara itu, hasil analisis terhadap batang segar tanaman ini menunjukkan keberadaan senyawa aktif seperti alkaloid, steroid, terpenoid, fenolik, dan flavonoid (Nugroho, 2016).

Penelitian lainnya yang menggunakan ekstrak etanol dari buah pisang batu menemukan adanya senyawa seperti steroida atau triterpenoida, glikosida, saponin, tannin, flavonoid, polifenol, monoterpenoid, dan senyawa kuinin (Hepni, 2017). 

Sedangkan dari kulit buahnya, yang diekstrak dengan pelarut etanol, metanol, dan aseton, ditemukan kandungan flavonoid, tannin, saponin, alkaloid, fitosterol, glikosida, fenol, dan terpenoid (Kibria et al., 2019).

Melalui berbagai penelitian tersebut, diketahui bahwa manfaat pisang batu mencakup potensi untuk memperlancar produksi ASI, bersifat antimikroba, mampu melawan parasit penyebab malaria, dan berperan sebagai antioksidan alami yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh.

Membantu Meningkatkan Produksi ASI

Selama ini, masyarakat lebih mengenal daun katuk sebagai bahan makanan yang mendukung kelancaran ASI. 

Namun, riset terbaru menunjukkan bahwa mengonsumsi bunga dari jantung tanaman ini dalam jumlah 200–300 gram per hari selama seminggu bisa meningkatkan volume serta mutu ASI pada ibu menyusui (Wahyuni et al., 2012; Wahyuningsih et al., 2017).

Jantung tanaman tersebut mengandung zat bernama laktagogum yang dapat memicu pelepasan hormon prolaktin dan oksitosin. 

Dalam setiap 100 gram bunga jantungnya, terkandung 31 kalori, 30 miligram kalsium, 1,26 gram protein, 170 IU vitamin A, 10 miligram vitamin C, 50 gram fosfor, dan 0,4 gram flavonoid. 

Zat flavonoid di dalamnya berfungsi sebagai agen antiprogesteron di kelenjar susu dan berperan dalam merangsang prolaktin agar memicu peningkatan ASI.

Saat bayi menyusui, rangsangan dari hisapan bayi pada puting akan diteruskan ke otak, khususnya ke bagian hipofisis melalui saraf vagus. Rangsangan tersebut memicu pelepasan hormon prolaktin ke dalam sistem peredaran darah. 

Hormon ini lalu sampai ke kelenjar-kelenjar di payudara dan merangsangnya untuk memproduksi ASI secara optimal (Murtiana, 2011).

Kemampuan Menghambat Bakteri Penyebab Penyakit

Infeksi bakteri merupakan salah satu gangguan kesehatan yang sering terjadi. Dua mikroorganisme yang paling sering menjadi penyebab infeksi adalah Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. 

Bakteri S. aureus bisa menimbulkan bisul, jerawat, infeksi paru-paru, meningitis, serta gangguan pada saluran kemih. Sementara itu, E. coli bisa menyebabkan diare, sepsis, dan juga infeksi pada saluran kemih (Jawetsz et al., 2018).

Seiring waktu, penggunaan antibiotik yang terus-menerus telah menimbulkan resistensi pada beberapa bakteri. 

Hal ini mendorong para ilmuwan untuk mengeksplorasi alternatif pengobatan yang bersumber dari alam, yang dianggap lebih aman dan tidak menimbulkan efek resistensi (Karrupiah & Mustaffa, 2013).

Hasil beberapa studi menunjukkan bahwa ekstrak dari tanaman ini dapat memperlambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis, S. aureus, dan E. coli. 

Salah satu bagian yang berpotensi adalah bonggolnya, yaitu batang bawah yang tertanam di tanah. Meskipun sering diabaikan setelah panen, bagian ini ternyata menyimpan potensi sebagai zat antimikroba.

Penelitian Kusuma (2019) membuktikan bahwa ekstrak etanol dari bonggol pisang jenis klutuk wulung mampu menghambat pertumbuhan bakteri penyebab infeksi luka, khususnya S. epidermidis. 

Namun, pengaruhnya terhadap E. coli tidak ditemukan dalam penelitian tersebut. Duppa (2019) juga menyampaikan bahwa ekstrak dari kulit buah tanaman ini mampu menghambat pertumbuhan S. aureus dan E. coli. 

Hasil ini selaras dengan temuan Syamsuddin (2018) yang menyatakan bahwa getah tanaman tersebut memiliki efek serupa. Zona penghambatan akan semakin luas seiring dengan peningkatan konsentrasi ekstrak (Karrupiah & Mustaffa, 2013).

Penapisan kimia menunjukkan bahwa tanaman ini mengandung zat-zat aktif seperti flavonoid, saponin, tanin, antrakuinon, dan kuinon. 

Setiap jenis senyawa tersebut memiliki mekanisme kerja tersendiri dalam melawan bakteri (Kusuma et al., 2018).

Tanin bekerja dengan mengikat protein melalui interaksi hidrogen dan hidrofobik, sehingga membentuk senyawa kompleks yang dapat merusak fungsi enzim dan adhesi sel bakteri. 

Flavonoid menghambat aktivitas metabolisme mikroba dengan merusak dinding sel dan menggagalkan fungsi protein sel.

Sementara itu, saponin, kuinon, dan antrakuinon menyebabkan sel mikroba pecah dengan cara meningkatkan permeabilitas membran sel. 

Saponin secara khusus dapat menurunkan tegangan permukaan, yang kemudian menyebabkan kebocoran komponen internal sel dan pada akhirnya menghentikan pertumbuhan mikroba. 

Selain itu, saponin juga menyebabkan ketidakstabilan membran sel bakteri yang mengakibatkan kehancuran struktur sel itu sendiri.

Berpotensi Mengatasi Infeksi Malaria

Malaria merupakan penyakit yang muncul akibat infeksi parasit dari genus Plasmodium. Gejala umum yang ditimbulkan antara lain demam, anemia, dan pembesaran organ limpa. 

Infeksi ini bisa bersifat akut maupun kronis dan menyerang sel darah merah, yang ditandai dengan munculnya bentuk aseksual parasit dalam aliran darah (Harijanto, 2018).

Penelitian terhadap komposisi kimia kulit tanaman ini menunjukkan adanya kandungan senyawa aktif seperti flavonoid, alkaloid, tanin, saponin, dan triterpenoid. 

Di antara senyawa tersebut, tanin diduga memiliki efek terhadap siklus hidup Plasmodium. 

Penelitian oleh Sumarawati (2010) mengungkapkan bahwa pemberian ekstrak dari kulit tanaman ini dengan konsentrasi 50%, 75%, dan 100% pada tikus jenis Balb/C yang telah terinfeksi Plasmodium berghei, mampu menurunkan tingkat parasitemia.

Tanin sendiri diketahui sebagai zat penghambat protease yang dapat menyerang parasit penyebab malaria, dan kini menjadi objek dalam pengembangan obat antimalaria.

Ketika tanin dikonsumsi secara oral, senyawa ini akan beredar dalam sistem peredaran darah dan bekerja di tahap aseksual dalam sel darah merah, sehingga mampu menghambat parasit dalam menjangkiti eritrosit.

Hal ini menyebabkan turunnya jumlah sel darah merah yang rusak serta menurunnya invasi ke sel baru, yang berdampak pada rendahnya tingkat infeksi parasit dalam tubuh.

Dengan berkurangnya kerusakan eritrosit, proses hemolisis juga menurun, sehingga risiko komplikasi darah seperti anemia, trombositopenia, dan hemoglobinuria bisa dicegah (Asres et al., 2001).

Menangkal Radikal Bebas dalam Tubuh

Salah satu penyakit serius yang banyak menyerang masyarakat di Indonesia adalah kanker. Penyakit ini timbul akibat pertumbuhan sel tubuh yang tidak terkendali, bersifat ganas, dan menyebar cepat. 

Zat yang diketahui mampu memperlambat perkembangan sel abnormal tersebut adalah antioksidan. Peran antioksidan sangat penting dalam mengurangi dampak dari stres oksidatif.

Stres oksidatif merupakan kondisi ketika terjadi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas dengan antioksidan dalam tubuh. 

Keadaan ini dapat memicu berbagai gangguan kesehatan, termasuk mempercepat proses penuaan dan memicu munculnya penyakit kronis seperti kanker. 

Flavonoid dan senyawa fenol diketahui termasuk jenis antioksidan alami yang memiliki aktivitas tinggi (Nishantini et al., 2012).

Penggunaan antioksidan dari sumber alami sangat dianjurkan karena senyawa buatan sering menimbulkan efek samping seperti alergi, sesak napas, sakit kepala, bahkan gangguan kesadaran. 

Beberapa bagian dari tanaman ini, seperti buah, biji, dan kulitnya, telah terbukti memiliki kandungan antioksidan yang tinggi.

Penelitian yang dilakukan oleh Imam (2011) menggunakan metode DPPH menunjukkan bahwa bagian biji memiliki aktivitas antioksidan tertinggi, yakni mencapai 54,92 mikrogram per mililiter. 

Temuan lain oleh Saha (2013) memperlihatkan bahwa daun tanaman ini juga memiliki aktivitas serupa dengan nilai 39 mikrogram per mililiter menggunakan metode pengujian yang sama.

Menurut Palupi (2019), hasil uji antioksidan yang menunjukkan nilai IC50 sebesar 21 tergolong dalam kategori sangat kuat, yang berarti daya penangkal radikal bebas dari tanaman ini cukup efektif untuk mendukung kesehatan tubuh.

Sebagai penutup, ragam kandungan senyawa aktif dalam tanaman ini menunjukkan bahwa manfaat pisang batu sangat beragam, mulai dari antibakteri hingga antimalaria yang menjanjikan.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index