Global

Langkah Global dari Kampus untuk Sawit Berkelanjutan

Langkah Global dari Kampus untuk Sawit Berkelanjutan
Langkah Global dari Kampus untuk Sawit Berkelanjutan

JAKARTA - Komitmen terhadap keberlanjutan dalam industri kelapa sawit mendapat perhatian khusus dari dunia akademik. Institut Teknologi Bandung (ITB) menunjukkan kontribusinya dengan menghadirkan para praktisi sawit untuk berdiskusi mengenai pendekatan agroekologi sebagai strategi memperkuat posisi industri sawit Indonesia di pasar global.

Diskusi ini menjadi bagian dari kuliah tamu Program Studi Rekayasa Pertanian ITB, yang diselenggarakan. Acara tersebut mengangkat tema “Agroekologi dalam Praktik: Pendekatan Berbasis Lanskap untuk Produksi Sawit Berkelanjutan”, dengan menghadirkan narasumber dari Yayasan Inisiatif Dagang Hijau (IDH), yaitu Rizky Maulana yang menjabat sebagai Senior Landscape Program Officer.

Kegiatan ini bukan hanya menjadi ruang berbagi pengetahuan, tetapi juga sebagai jembatan penghubung antara dunia akademik dan realitas industri sawit di lapangan. ITB memfasilitasi mahasiswa untuk memahami langsung tantangan dan inovasi yang sedang dijalankan dalam praktik agroekologi di sektor sawit.

Dalam presentasinya, Rizky Maulana memaparkan bagaimana pendekatan agroekologi digunakan untuk menjawab tantangan keberlanjutan dalam lanskap pertanian, terutama di sektor sawit. “Agroekologi bukan hanya sekadar teknik bercocok tanam ramah lingkungan, melainkan juga pendekatan menyeluruh yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, dan ekologi dalam sistem pertanian,” ungkap Rizky.

Ia menambahkan bahwa agroekologi mengedepankan prinsip keberlanjutan yang mencakup seluruh aktor di dalam lanskap pertanian, termasuk petani, pemerintah daerah, perusahaan, dan masyarakat sekitar. Menurutnya, pendekatan ini sangat relevan dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan sekaligus meningkatkan produktivitas serta daya saing sawit Indonesia secara global.

Dalam sesi diskusi, Rizky juga menguraikan peran IDH sebagai lembaga yang mendorong transformasi pasar menuju nilai-nilai berkelanjutan. Salah satu inisiatif konkret IDH adalah mengembangkan model kemitraan multipihak di berbagai daerah, seperti Siak dan Pelalawan di Riau, serta Aceh Tamiang di Aceh. Di wilayah-wilayah ini, IDH bersama pemangku kepentingan lokal menerapkan prinsip-prinsip agroekologi dalam pengelolaan sawit berbasis lanskap.

Pendekatan lanskap yang diusung IDH mencakup integrasi antara konservasi hutan, peningkatan produktivitas petani swadaya, dan perencanaan tata guna lahan yang berkelanjutan. Strategi ini tidak hanya bertujuan meningkatkan kualitas lingkungan, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global yang kini semakin menuntut praktik ramah lingkungan.

Kuliah tamu ini mendapat antusiasme tinggi dari para mahasiswa. Mereka menyadari bahwa persoalan keberlanjutan dalam industri sawit bukan hanya soal teknis pertanian, tetapi juga berkaitan dengan kebijakan, partisipasi masyarakat, dan tuntutan pasar internasional. Rizky pun mengajak generasi muda, khususnya mahasiswa pertanian dan kehutanan, untuk lebih aktif terlibat dalam upaya menjaga keberlanjutan sektor agrikultur nasional.

Menurut Rizky, tantangan terbesar saat ini adalah mengintegrasikan pendekatan ilmiah dengan dinamika lapangan yang kompleks. Oleh karena itu, sinergi antara kampus dan praktisi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan solusi yang tidak hanya ideal di atas kertas, tetapi juga aplikatif di lapangan.

Keterlibatan akademisi dalam isu-isu keberlanjutan juga penting untuk membangun narasi positif mengenai industri sawit Indonesia di mata dunia. Dengan pendekatan berbasis agroekologi, diharapkan industri sawit tidak lagi hanya dilihat dari sisi kontroversinya, tetapi juga kontribusinya terhadap ketahanan pangan, kesejahteraan petani, dan perlindungan lingkungan.

ITB sendiri menyatakan komitmennya untuk terus membuka ruang kolaborasi antara dunia akademik dan industri. Melalui kegiatan semacam ini, mahasiswa tidak hanya dibekali dengan pengetahuan teoritis, tetapi juga pemahaman kontekstual tentang realitas sektor agrikultur di Indonesia.

“Dengan pendekatan agroekologi, kita bisa menjembatani kepentingan ekonomi dan ekologi secara seimbang. Apalagi saat ini, pasar global semakin peduli terhadap jejak lingkungan dari setiap komoditas yang mereka konsumsi,” ujar Rizky menutup sesi kuliah tamu.

Dengan semangat kolaboratif yang dibangun melalui dialog ini, diharapkan mahasiswa dan praktisi dapat saling memperkaya pemahaman dan strategi dalam mendorong transformasi industri sawit yang lebih hijau, adil, dan berdaya saing global.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index