pendidikan

Kegaduhan Pemangkasan Anggaran Pemerintahan Prabowo Gibran: Antara Kebijakan Populis dan Masa Depan Pendidikan Indonesia

Kegaduhan Pemangkasan Anggaran Pemerintahan Prabowo Gibran: Antara Kebijakan Populis dan Masa Depan Pendidikan Indonesia
Kegaduhan Pemangkasan Anggaran Pemerintahan Prabowo Gibran: Antara Kebijakan Populis dan Masa Depan Pendidikan Indonesia

JAKARTA - Dalam empat bulan pertama kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka, keputusan anggaran pemerintah menjadi sorotan utama publik. Pemangkasan dramatis hingga Rp256,1 triliun yang menargetkan 136 dari 152 kementerian/lembaga serta efisiensi transfer daerah sebesar Rp50,5 triliun telah memicu polemik. Pemerintah menyatakan bahwa pemangkasan ini bertujuan untuk membiayai program makan bergizi gratis (MBG), yang merupakan program populis unggulan dari Prabowo, serta mendukung superholding BUMN, Danantara.

Namun, yang menjadi perhatian publik terbesar adalah pemangkasan yang signifikan pada sektor pendidikan dan riset. Anggaran Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) dipotong dari Rp33,5 triliun menjadi Rp26,2 triliun, sedangkan anggaran Kementerian Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi (Kemendiktisaintek) terpangkas dari Rp57,6 triliun menjadi Rp43,3 triliun.

Sulitnya Menjaga Keseimbangan antara Kebijakan Populis dan Investasi SDM

Jika dilihat dari perspektif pembangunan sosiokultural dan ekonomi jangka panjang, kebijakan populis seperti ini dianggap berisiko menciptakan ketergantungan pada pemerintah. Hal ini contradits keinginan Prabowo untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Menurut analis ekonomi, pemerintah seharusnya mengalokasikan lebih banyak anggaran untuk riset, pendidikan vokasi, dan insentif pada industri teknologi lokal. "Investasi pada pendidikan dan riset adalah investasi jangka panjang yang krusial bagi kemajuan suatu bangsa," kata seorang pengamat ekonomi.

Mengutip keberhasilan Singapura, para ahli berpendapat bahwa Indonesia seharusnya mencontoh negara tersebut yang fokus pada investasi pendidikan teknis, kewirausahaan, dan inovasi. Meskipun anggaran pendidikan Singapura tidak sebesar Indonesia (sekitar 12,4% dari APBN), namun berkat manajemen pendidikan yang strategis dan efektif, Singapura bisa menjadi negara dengan ekonomi yang solid dan surplus untuk memenuhi kebutuhan negara, termasuk pendidikan berkualitas.

Tantangan Pendidikan di Indonesia

Di sisi lain, meskipun anggaran pendidikan di Indonesia cukup besar—mencapai 20% dari APBN—adanya tantangan-tantangan seperti rendahnya kualitas tenaga pengajar, akses pendidikan di daerah tertinggal, serta relevansi kurikulum terhadap kebutuhan industri menghambat efektivitas penggunaan dana tersebut. Akibatnya, kontribusi SDM terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih tergolong rendah, yang pada akhirnya mempengaruhi kemajuan ekonomi secara keseluruhan.

Paradigma negara maju seperti Korea Selatan yang sejak tahun 1960-an telah menekankan pada pendidikan STEM (Science, Technology, Engineering, and Mathematics) dan R&D (Research and Development) juga seharusnya bisa diadopsi. Negara tersebut telah berhasil mengubah ekonominya melalui produktivitas tinggi dan inovasi teknologi.

Ironisnya, Indonesia terlalu bergantung pada pertumbuhan ekonomi konsumsi dibandingkan dengan inovasi atau produksi yang kompetitif secara global. Berdasarkan data, Korea Selatan memiliki rasio pengeluaran R&D 5,21% dari PDB, sementara Indonesia hanya 0,24% pada tahun 2022. Ketimpangan inilah yang menyebabkan produk atau inovasi dalam negeri Indonesia kurang kompetitif dibanding negara lain, seperti Korea Selatan.

Ketimpangan Kebijakan Anggaran

Eksisnya kebijakan yang saling bertolak belakang juga menjadi ironi. Di satu sisi, pemerintah memangkas anggaran pendidikan, di sisi lain, alokasi untuk kementerian-kementerian tertentu tetap dijaga. Baru saja, Kementerian Koperasi dan Kementerian Pertahanan mengangkat sejumlah staf khusus yang sebagian berasal dari kalangan influencer atau buzzer.

Bahkan, terdapat rencana retret kepala daerah selama satu minggu di Kompleks Akademi Militer Magelang yang diperkirakan menelan anggaran lebih dari Rp22 miliar. Anggaran untuk Polri, TNI, dan BIN tetap besar meskipun ada wacana pemangkasan setelah kritik publik, tetapi pemangkasan sektor ini jauh lebih rendah dibandingkan pendidikan dan riset.

Janji Prabowo-Gibran yang menekankan komitmen mereka untuk memajukan SDM di Indonesia seolah-olah mulai dipertanyakan dengan realita kebijakan ini. Kalau memang ingin meningkatkan kualitas SDM.

Dampak dari keputusan pemangkasan anggaran yang masif ini mengundang pertanyaan terkait keberpihakan pemerintah terhadap pendidikan dan riset. Jika langkah ini terus berlanjut, Indonesia bisa semakin menjauh dari cita-cita menjadi negara maju dan mencapai target Indonesia Emas 2045.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index