JAKARTA - Aktivitas pertambangan emas di wilayah Kota Palu semakin menjadi sorotan publik. Sejumlah kritik dan protes datang dari kelompok masyarakat sipil, akademisi, dan mahasiswa terkait praktik pertambangan emas yang dinilai memicu polemik. Perusahaan tambang seperti PT Citra Palu Mineral (CPM) dan PT Adijaya Karya Makmur (AKM) menjadi pusat perhatian dalam diskusi publik ini.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah melaporkan adanya dugaan praktik penambangan ilegal oleh PT AKM. Berdasarkan hasil riset mereka, aktivitas ini berpotensi menyebabkan kerugian negara hingga Rp3 triliun. JATAM Sulteng juga menuding bahwa perusahaan tersebut melakukan praktik perendaman emas ilegal yang memberikan keuntungan besar dan diduga melibatkan mantan pejabat tinggi kepolisian berpangkat Irjen Pol. Purnawirawan, elite partai politik, dan anggota DPRD.
Menanggapi isu ini, Ruang Setara Project (RASERA) menyatakan keprihatinannya. "Apa yang mencuat ke publik terkait pertambangan, baik ilegal maupun legal, seharusnya menjadi pelajaran. Ini menunjukkan adanya kelalaian dan pola yang terus berulang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum. Sayangnya, hampir tidak ada progres dalam penyelesaiannya, dampak terburuknya menimpa masyarakat," kata Aulia Hakim, pendiri Rasera Project.
Aulia menekankan bahwa jika dugaan praktik ilegal tersebut terbukti benar, maka hal itu melanggar Undang-Undang Minerba, yang mengategorikan tambang tanpa izin sebagai tindak pidana. "Dari Undang-Undang Minerba tahun 1967 UU Nomor 4 Tahun 2009 hingga UU Nomor 3 Tahun 2020, semua menempatkan tambang tanpa izin sebagai ilegal dan harus segera ditangani oleh kepolisian. Pertanyaannya adalah, sudah sejauh mana kepolisian memproses persoalan ini?" tambah Aulia.
Untuk itu, Aulia mendesak pemerintah agar serius dalam menanggulangi praktik pertambangan ilegal dengan memberikan edukasi kepada masyarakat tentang dampak negatifnya. Menurutnya, edukasi ini harus melibatkan pemangku kepentingan seperti akademisi, pemerhati lingkungan, tokoh masyarakat, dan tokoh adat. Selain itu, ia juga menyerukan pembentukan unit khusus penegakan hukum di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang bertujuan menyisir kegiatan pelanggaran hukum di sektor ini.
Di sisi lain, Aulia menyoroti pentingnya implementasi Good Mining Practice (GMP) melalui penerapan prinsip-prinsip Environment, Social, and Governance (ESG) dalam tata kelola pertambangan. ESG merupakan standar operasional perusahaan yang mengutamakan lingkungan, sosial, dan tata kelola yang baik. "Penerapan prinsip ESG merupakan titik awal perbaikan tata kelola pertambangan, yang meliputi penerapan praktik pengelolaan dampak lingkungan berkelanjutan, pemenuhan aspek sosial seperti kesehatan dan keamanan kerja, serta praktik tata kelola perusahaan yang baik," ujar Aulia.
Tidak kalah pentingnya, Aulia juga memberikan perhatian pada isu ancaman pemutusan hubungan kerja bagi 500 pekerja tambang dampak dari pemutusan kerjasama antara PT CPM dan PT AKM. "Ini harus menjadi perhatian khusus Dinas Ketenagakerjaan. Selain itu, PT CPM juga seharusnya tidak mengabaikan nasib para pekerja sebagai tanggung jawab pemilik Kontrak Karya," tegas Aulia.
Merujuk pada Surat dari Direktorat Jenderal Minerba tertanggal 18 November 2024, Aulia menggarisbawahi bahwa kerjasama antara PT CPM dan PT AKM menunjukkan isu dalam mekanisme pengelolaan tambang. "Proses ini tidak dapat dicakup oleh perusahaan jasa pertambangan berdasarkan Pasal 124 ayat (3) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020," terang Aulia.
Aulia juga mendesak Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulawesi Tengah untuk transparan dalam membuka hasil investigasinya terkait dugaan pencemaran lingkungan dan emisi polutan. "Ini penting untuk memastikan perusahaan bertanggung jawab jika benar ada pencemaran," tambahnya.
Lebih jauh, Aulia meminta aparat penegak hukum dan Kementerian ESDM untuk tidak setengah hati dalam menyelesaikan kasus ini. Ia juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk tidak tebang pilih dalam melakukan penindakan dan meminta pemerintah bijaksana dalam mengevaluasi serta memberikan sanksi terhadap perusahaan yang tidak mematuhi regulasi. Dengan cara ini, diharapkan ada titik terang bagi pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan adil di Indonesia.
Dengan adanya pembenahan tata kelola yang inklusif dan penegakan hukum yang tegas, Aulia yakin bahwa praktik pertambangan dapat dilakukan secara bertanggung jawab tanpa merugikan lingkungan maupun masyarakat sekitarnya.