Prabowo

Satu Tahun Prabowo-Gibran: Tantangan Stabilitas Pangan Nasional

Satu Tahun Prabowo-Gibran: Tantangan Stabilitas Pangan Nasional
Satu Tahun Prabowo-Gibran: Tantangan Stabilitas Pangan Nasional

JAKARTA - Pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming genap satu tahun pada 20 Oktober 2025. Dalam periode itu, Indonesia berhasil mewujudkan swasembada beras setahun lebih cepat dari target, yakni 2025, meskipun agenda pangan lain masih dirundung ontran-ontran.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan, produksi beras nasional diperkirakan mencapai 33 juta ton hingga akhir Desember 2025. Prediksi internasional pun optimistis: Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) memperkirakan 34,5 juta ton, sementara FAO memperkirakan 35,6 juta ton. 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi Januari-November 2025 meningkat 12,62 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya, dari 29,47 juta ton menjadi 33,19 juta ton.

Peningkatan produksi ini juga ditopang penguatan cadangan beras pemerintah (CBP) oleh Perum Bulog senilai Rp 15,15 triliun. Per 15 Oktober 2025, CBP mencapai 3,8 juta ton, menjadi angin segar di tengah dominasi penggilingan besar yang menguasai 60 persen produksi gabah nasional.

Nilai Tukar Petani Naik, Namun Harga Beras Bergolak

Kesejahteraan petani tanaman pangan, khususnya padi, meningkat. Nilai Tukar Petani subsektor tanaman pangan (NTPP) Januari-September 2025 tercatat 109,06, sedikit menurun dari 110,76 pada periode sama tahun sebelumnya. 

Kebijakan ini didukung kenaikan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah kering panen dari Rp 6.000 menjadi Rp 6.500 per kg, disertai kewajiban membeli gabah segala kualitas.

Meski begitu, ontran-ontran beras tetap terjadi. Harga beras medium sempat melonjak di atas Harga Eceran Tertinggi (HET), yakni Rp 14.356 per kg pada Agustus 2025, sementara HET saat itu baru Rp 12.500 per kg. 

Kasus beras oplosan pun ditemukan di sejumlah penggilingan, seperti di Kabupaten Bogor, menimbulkan kelangkaan beras premium di jaringan ritel modern. Satgas Pangan Polri telah menangani 31 laporan dan menetapkan 41 tersangka terkait kasus ini.

Pemerintah juga tengah menyiapkan kebijakan baru untuk menyederhanakan klasifikasi mutu beras, dari medium dan premium menjadi reguler dan khusus. Namun, cadangan beras yang melimpah di Bulog menghadapi risiko turun mutu. 

Per 16 Oktober 2025, Bapanas mencatat 29.990 ton CBP sudah turun kualitas, termasuk 1,45 juta ton beras impor yang disimpan lebih dari enam bulan.

Gula dan Tetes Tebu: Tantangan Pasar dan Harga

Tak hanya beras, gula juga menjadi perhatian. Pemerintah menargetkan swasembada gula konsumsi tercapai 2026, sementara gula industri dan bioetanol berbasis tetes tebu diharapkan swasembada 2027-2028. 

Namun, 100.000 ton gula petani tidak laku dilelang pada Juli–September 2025 akibat maraknya gula rafinasi dan impor ilegal. Harga tetes tebu pun anjlok dari Rp 2.500–3.000 per kg menjadi Rp 1.000–1.400 per kg, imbas pembebasan impor etanol tanpa rekomendasi.

Pemerintah menanggapi dengan mendorong ID Food dan PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menyerap gula petani, didukung modal Rp 1,5 triliun dari PT Danantara Asset Management dengan bunga 7 persen per tahun.

Selain itu, Kemendag memperketat pengawasan peredaran gula rafinasi dan gula impor ilegal serta mewajibkan rekomendasi impor etanol untuk menjaga stabilitas harga dan ketersediaan gula.

Kelapa: Hilirisasi Masih Terkendala

Masalah bahan baku kelapa bagi industri pengolahan belum menemukan solusi pasti. Kekurangan bahan baku sudah terjadi sejak Oktober 2024, menyebabkan beberapa industri berhenti sementara atau permanen. 

Pemerintah berulang kali menekankan pentingnya hilirisasi kelapa melalui Peta Jalan Pengembangan Hilirisasi 2025-2045, namun hingga kini belum ada titik temu.

Beberapa opsi seperti moratorium ekspor kelapa bulat, pengenaan bea keluar, hingga peremajaan tanaman kelapa masih dibahas lintas kementerian/lembaga, tetapi belum terealisasi sepenuhnya.

Minyakita: Harga dan Takaran Masih Jadi Polemik

Program Minyak Goreng Rakyat (Minyakita) juga menghadapi gejolak. Harga per liter masih di atas HET, mencapai Rp 16.700 per liter pada 21 Oktober 2025, meski sempat tembus Rp 17.400 pada awal tahun. 

Beberapa masalah lain termasuk penjualan bundling, ulak dari pedagang lain, serta penyunatan volume dari 1 liter menjadi 750–850 ml. Kemendag mengungkap penyalahgunaan lisensi merek Minyakita oleh beberapa perusahaan.

 Solusi yang tengah dipersiapkan termasuk penetapan kuota pendistribusian melalui ID Food dan Bulog (20–30 persen dari DMO bulanan) serta pengawasan ketat Satgas Pangan Polri dan Direktorat Jenderal Tertib Niaga dan Perlindungan Konsumen.

Indonesia, sebagai produsen CPO terbesar dunia dengan potensi 46 juta ton per tahun, sebenarnya telah mampu swasembada minyak goreng. Namun problem Minyakita menunjukkan tantangan distribusi, pengawasan, dan kepatuhan hukum yang masih harus diatasi.

Menatap Tahun Kedua: Pelajaran dari Ontran-ontran

Satu tahun Prabowo-Gibran menunjukkan kemajuan signifikan di sektor pangan, terutama padi, dengan swasembada tercapai lebih cepat. 

Namun, ontran-ontran di sektor lain—beras, gula, kelapa, Minyakita—menjadi pengingat bahwa keberhasilan produksi tidak selalu berbanding lurus dengan stabilitas harga dan distribusi.

Pemerintah perlu memastikan bahwa solusi yang diterapkan bukan hanya menangani gejolak sesaat, tetapi membangun sistem yang tahan terhadap kecurangan, fluktuasi harga, dan masalah logistik. Tanpa itu, ontran-ontran pangan bisa kembali muncul di tahun-tahun berikutnya.

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index