Aturan Penagihan Utang Debt Collector Terbaru 2025

Senin, 03 November 2025 | 22:12:52 WIB
aturan penagihan debt collector

Jakarta - Aturan penagihan debt collector merupakan hal penting yang perlu dipahami oleh masyarakat agar mengetahui batasan serta prosedur yang sah dalam proses penagihan utang. 

Banyak orang masih bertanya-tanya apakah keberadaan debt collector itu legal, dan bagaimana ketentuan hukum mengatur cara mereka menagih.

Secara umum, aktivitas penagihan oleh pihak ketiga diperbolehkan selama dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku. 

Namun, praktik penagihan yang disertai ancaman, kata-kata kasar, atau tindakan yang merugikan secara mental maupun fisik jelas melanggar hukum. 

Terlebih lagi, jika debitur telah melunasi kewajibannya tepat waktu, maka tidak ada dasar bagi debt collector untuk melakukan penagihan ulang.

Untuk itu, penting bagi masyarakat memahami aturan penagihan debt collector agar dapat melindungi diri dari tindakan penagihan yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan menjaga hak-hak konsumen tetap terlindungi.

Dasar Hukum Debt Collector

Berdasarkan hasil penelusuran, hingga saat ini belum terdapat peraturan perundang-undangan yang secara khusus mengatur mengenai keberadaan atau tata cara kerja penagih utang. 

Secara umum, penagih utang bekerja atas dasar pemberian kuasa dari pihak kreditur—biasanya lembaga keuangan atau perusahaan pembiayaan—untuk melakukan penagihan terhadap debitur. 

Dasar hukum mengenai pemberian kuasa sendiri diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yang menjelaskan bahwa tindakan penagihan tersebut harus dilakukan sesuai dengan wewenang yang diberikan oleh pihak pemberi kuasa.

Meskipun tidak ada aturan yang secara eksplisit mengatur peran penagih utang, terdapat beberapa regulasi yang memberikan dasar hukum bagi lembaga keuangan untuk bekerja sama dengan pihak ketiga dalam urusan penagihan. 

Dua ketentuan yang mengatur hal ini antara lain Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023.

Berdasarkan ketentuan tersebut, dapat disimpulkan bahwa keberadaan penagih utang bersifat legal selama pelaksanaannya mengikuti aturan hukum yang berlaku serta tidak melanggar hak-hak debitur dalam proses penagihan.

Peraturan Tentang Penagihan Debt Collector

Ketentuan mengenai penagihan oleh pihak ketiga diatur dalam dua regulasi utama, yaitu Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 23 Tahun 2021 dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 22 Tahun 2023. 

PBI 23/2021 lebih berfokus pada penagihan terkait kartu kredit, sedangkan POJK 22/2023 mencakup ketentuan yang lebih luas, yakni mengenai proses penagihan atas produk kredit dan pembiayaan yang dilakukan oleh pelaku usaha jasa keuangan (PUJK). 

Berikut penjelasan dari masing-masing peraturan tersebut:

1. Ketentuan Berdasarkan Peraturan Bank Indonesia
Dalam pelaksanaan penagihan kartu kredit, lembaga penyedia jasa pembayaran yang mengelola dana dan menerbitkan kartu kredit wajib mematuhi prinsip-prinsip etika dalam melakukan penagihan. 

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa proses penagihan dilakukan secara sopan, profesional, dan tidak merugikan nasabah.

2. Ketentuan Berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Pasal 60 ayat (1) POJK 22/2023 mengatur bahwa ketika pelaku usaha jasa keuangan melakukan penagihan kepada konsumen yang menunggak kewajiban pembayaran, maka lembaga tersebut wajib terlebih dahulu memberikan surat peringatan kepada debitur sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan dalam perjanjian kredit. 

Surat peringatan tersebut setidaknya harus mencantumkan informasi berikut:

  • tanggal jatuh tempo yang sesuai dengan isi perjanjian,
  • jumlah keterlambatan pembayaran,
  • total pokok utang yang masih belum dibayar,
  • manfaat ekonomi dari pendanaan, serta
  • besaran denda atau ganti rugi yang wajib dibayarkan.

Pelaku usaha jasa keuangan diperbolehkan bekerja sama dengan pihak lain untuk melakukan penagihan, asalkan kerja sama tersebut dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis yang sah dan bermeterai.

Selain itu, pihak ketiga yang dilibatkan dalam proses penagihan wajib memenuhi sejumlah persyaratan, antara lain:

  1. berbentuk badan hukum yang sah,
  2. memiliki izin resmi dari instansi yang berwenang, dan
  3. memiliki tenaga kerja yang telah mendapatkan sertifikasi profesi di bidang penagihan dari lembaga atau asosiasi yang diakui oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Apabila kerja sama dilakukan oleh penyelenggara layanan pendanaan berbasis teknologi, seperti perusahaan pinjaman online, maka pihak penagih yang ditunjuk tidak boleh berasal dari perusahaan afiliasi maupun pihak pemberi dana.

Setiap pelaku usaha jasa keuangan juga diwajibkan untuk melakukan evaluasi secara rutin terhadap efektivitas dan kepatuhan kerja sama dengan pihak penagih. 

Bila dalam pelaksanaan ditemukan pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku, maka pelaku usaha jasa keuangan dapat dikenakan sanksi administratif, seperti:

  • teguran tertulis,
  • pembatasan atau penghentian sebagian maupun seluruh kegiatan usaha,
  • pembekuan produk atau layanan,
  • pemberhentian pengurus,
  • denda administratif,
  • pencabutan izin produk atau layanan, hingga
  • pencabutan izin usaha secara keseluruhan.

Dari ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa proses penagihan oleh pihak ketiga harus dilandasi dengan perjanjian kerja sama yang sah antara pelaku usaha jasa keuangan dan pihak penagih. 

Selain itu, penagih utang wajib memiliki badan hukum, izin resmi, serta tenaga profesional yang bersertifikat agar kegiatan penagihan dilakukan secara legal dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Aturan Penagihan Debt Collector

Merujuk pada Pasal 191 ayat (1) PBI 23/2021, dalam menjalankan tugasnya, pihak penagih utang harus beroperasi sesuai prinsip-prinsip etika penagihan. Beberapa hal yang termasuk dalam etika penagihan oleh penyedia jasa pembayaran yang mengeluarkan kartu kredit mencakup, tetapi tidak terbatas pada: ini merupakan bagian penting dari aturan penagihan debt collector.

  1. Setiap penagihan utang, baik yang dilakukan langsung oleh penyedia jasa pembayaran maupun melalui pihak ketiga, harus dijalankan sesuai ketentuan Bank Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  2. Apabila menggunakan pihak ketiga untuk menagih, penyedia jasa pembayaran wajib memastikan bahwa:
    a. Penagihan utang kartu kredit hanya ditujukan pada utang yang bermasalah atau macet;
    b. Pelaksanaan penagihan oleh pihak ketiga setara dengan standar yang diterapkan sendiri oleh penyedia jasa pembayaran.

Aspek teknis dan rincian pelaksanaan etika penagihan utang dapat ditetapkan oleh organisasi pengatur sendiri (self regulatory organization/SRO) dengan persetujuan Bank Indonesia.

Selanjutnya, Pasal 62 ayat (1) POJK 22/2023 menyatakan bahwa pelaku usaha jasa keuangan wajib menjamin bahwa proses penagihan kredit atau pembiayaan kepada konsumen dijalankan sesuai norma sosial dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dalam pelaksanaannya, penagihan harus memenuhi beberapa ketentuan:

  1. Tidak menggunakan ancaman, kekerasan, atau tindakan yang mempermalukan konsumen;
  2. Tidak memberikan tekanan secara fisik maupun verbal;
  3. Tidak menagih kepada pihak selain konsumen yang bersangkutan;
  4. Tidak dilakukan secara terus-menerus yang mengganggu;
  5. Dilaksanakan di alamat penagihan atau domisili konsumen;
  6. Hanya dilakukan pada hari Senin hingga Sabtu, di luar hari libur nasional, pada pukul 08.00–20.00 waktu setempat;
  7. Sesuai dengan seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Jika pelaku usaha jasa keuangan melanggar ketentuan ini, sanksi administratif yang dapat dijatuhkan meliputi:

  1. Peringatan tertulis;
  2. Pembatasan sebagian atau seluruh produk, layanan, atau kegiatan usaha;
  3. Pembekuan sebagian atau seluruh produk, layanan, atau kegiatan usaha;
  4. Pemberhentian pengurus;
  5. Denda administratif;
  6. Pencabutan izin produk dan/atau layanan;
  7. Pencabutan izin usaha secara keseluruhan.

Dengan demikian, apabila pihak ketiga melakukan penagihan dengan menggunakan kata-kata kasar atau perilaku tidak etis, pelaku usaha yang bekerja sama dengan pihak tersebut dapat dikenai sanksi administratif sesuai ketentuan di atas.

Ketentuan Pidana

Selain sanksi administratif, tindakan debt collector yang menggunakan kata-kata kasar saat menagih utang juga berpotensi melanggar ketentuan pidana terkait penghinaan ringan. 

Berdasarkan Pasal 315 KUHP lama, yang masih berlaku saat ini, dan Pasal 436 UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP baru yang akan efektif berlaku mulai 2026, penghinaan ringan dapat dijerat dengan pidana tertentu.

Menurut Pasal 315 KUHP, setiap penghinaan yang dilakukan dengan sengaja, baik tidak bersifat pencemaran maupun pencemaran tertulis, terhadap seseorang secara lisan, tulisan, perbuatan, atau melalui surat, di muka umum atau langsung kepada orang tersebut, dapat dipidana dengan penjara maksimal empat bulan dua minggu atau denda hingga Rp4,5 juta.

Sementara itu, Pasal 436 UU 1/2023 mengatur penghinaan ringan serupa, namun pidana yang diterapkan berbeda, yaitu penjara maksimal enam bulan atau denda kategori II sebesar Rp10 juta. 

Penghinaan dapat dilakukan di muka umum, secara lisan, melalui perbuatan, atau tulisan yang diterima langsung oleh orang yang dihina.

Dengan demikian, debt collector yang menagih sambil menggunakan kata-kata kasar atau perilaku merendahkan dapat menyebabkan pihak penyelenggara yang bekerja sama dengannya terkena konsekuensi hukum pidana selain sanksi administratif.

Referensi hukum yang mendasari antara lain Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 terkait penyesuaian batasan tindak pidana ringan dan jumlah denda, serta ketentuan Peraturan Bank Indonesia Nomor 23/6/PBI/2021 dan POJK Nomor 22 Tahun 2023 mengenai penagihan utang dan perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan.

Penjelasan lebih lengkap tentang Pasal 315 KUHP dan penghinaan ringan dapat ditemukan pada sumber hukum terkait, termasuk analisis hukum terbaru dan koleksi terjemahan peraturan yang tersedia dalam database hukum resmi.

Demikian penjelasan ini disampaikan sebagai panduan memahami konsekuensi hukum atas perilaku tidak etis dalam penagihan utang.

Sebagai penutup, memahami aturan penagihan debt collector penting agar proses penagihan berjalan sesuai hukum dan etika, serta terhindar dari sanksi hukum.

Terkini

Cara Membatalkan Pesanan di Blibli Lewat HP dan Komputer

Senin, 03 November 2025 | 22:12:54 WIB

10 Strategi Digital Marketing UMKM biar Naik Kelas

Senin, 03 November 2025 | 22:12:53 WIB

Aturan Penagihan Utang Debt Collector Terbaru 2025

Senin, 03 November 2025 | 22:12:52 WIB

6 Cara Top Up Flazz BCA Mobile dan Tips dan Anti Ribet!

Senin, 03 November 2025 | 19:35:15 WIB